Assalamualaikum
warrahmatullahi wabarakutuhu
Saya mau ucapkan, selamat
pagi, siang, sore, malam. Yah, tergantung postingan ini mau dibaca kapan.
Ehem. Ahoy. Salam
super sahabat MP yang baik /lho?
Jeoneun Ikvinia
Nur Fatimah imnida *aseek, Korea-an euy*
Saya punya beberapa nick
name; Ikvin, Nia, Ikvinia, bahkan Maria, maksudnya itu Maria Teguh,
plesetan dari nama Om Mario Teguh. Terserah mau panggil apa, but, saya
prefer dipanggil Ikvinia, mau tau alasannya? Klik link di bawah ini /eh?
#dikeroyok
Jangan tanya itu kenapa judulnya begitu dan saya yakin gak ada yang bakal tanya. /lols
Oke, now, time for
serious. /Ehem.
Semuanya jelas
berawal dari bulan lalu, tepatnya tanggal 6 Juli 2012; pengumuman SNMPTN.
Sebenarnya, saya sama sekali tak menyangka mampu berhasil lolos seleksi
nasional itu, apalagi diterima di UNJ. O, man! Damn, how great! UNJ,
Universitas yang kerap dielu-elukan di sekolah saya 3 dekade lalu. Dan saya
bisa lolos uji untuk bertengger kurang lebih selama 4 tahun dalam naungan
atap-atapnya. Saat itu, perasaan saya berkecamuk lantaran saya masuk dalam
prodi yang tak terlalu saya kenal; Manajemen Pendidikan. Antara bangga dan
kecewa karena saya tak bisa masuk di jurusan yang satu basic dengan ilmu
yang saya pelajari selama 2 tahun terakhir. But, G-Dragon Big Bang mengatakan ini dalam sebuah clip lagunya, “Love,
everything gonna be alright, yes or not? So, damn, why you cry? Itu yang menjadi motivasi saya, ha ha
ha. Ini memang jalan yang dipilihkan-Nya. Saya bersyukur dan memilih untuk
total dalam prodi ini.
Sampai pada hari ke
dua, saya diberitahu bahwa saya harus lapor diri ke BAAK UNJ dengan tenggat
waktu 3 hari, dari tanggal 12-16 Juli 2012—terhitung 3 hari karena tanggal 14
dan 15 libur weekend. Saya memutuskan
untuk lapor diri tanggal 13 Juli, hari Jum’at, bersama dengan Mama yang dengan
rela menangguhkan pekerjaannya di kantor dan bersiap dimarahi atasan, hanya
demi anaknya yang menurutnya berharga. O, Mama.
Kami berangkat dari
Cikande, Serang Timur, pada pukul 06.45am. Bus membawa
kami yang tengah bersuka cita namun juga bingung, selama 1 jam. Akhirnya kami
sampai di Kebon Jeruk, kemudian kembali menaiki bus jurusan Pulogadung.
Sebenarnya, ini kali pertama kami mengunjungi kampus yang dielu-elukan itu,
tapi, Alhamdulillah, sampai juga dalam waktu 3 jam. Pukul 9.50am kami sampai di
depan kampus A UNJ, dan ini yang membuat saya kembali bersyukur, tak ada
antrian yang membludak di loket FIP. Ya, akan tetapi, kami malah salah tempat
karena ditunjukkan untuk antre di loket Fakultas Ekonomi. What The Fish! Sudah berapa tahun sebenarnya orang-orang berjas
hijau itu belajar di sini? Masa’ belum
paham Manajemen Pendidikan itu dalam limgkup fakulttas apa? Hrr~
Tanpa ba bi bu, Mama menarik saya untuk
menghadap ke loket FIP. Tak lama, bahkan saya tak merasa berdiri di sana.
Selesai laporan, kami lantas melangsir menuju Bank untuk menyelesaikan pembayaran.
Mama saya kaget setengah hidup karena melihat biaya yang harus dibayar itu jauh
dari bayangannya yang horor. Mama menargetkan akan membayar jauh lebih tinggi
dari yang diwajibkan. Beliau tak henti bersyukur akan hal ini. Bahkan sampai
saat ini masih tak percaya.
Pembayaran, done.
Kami pergi ke klinik UNJ untuk tes
kesehatan dan rontgen toraks.
Niatnya, semua akan kami selesaikan hari itu juga, “Biar ga bolak balik,” kata Mama. Namun, nyatanya sistem berbeda dari
ekspektasi kami. Hasil rontgen toraks baru bisa diambil sehari setelah tes.
Akhirnya, kami
pulang dengan bangga,belum lega sepenuhnya, tapi paling tidak, saya sudah
terdaftar sebagai mahasiswa baru Universitas Negeri Jakarta.
****
Senin, 16 Juli 2012,
08.55am, saya dan Papa sudah duduk-duduk menunggu klinik buka. Mama tidak bisa
ikut mengantar lantaran banyak pekerjaan. Satu jam sudah saya menunggu di depan
gedung FIP, belum juga dipanggil untuk mengambil hasil rontgen dan untuk tes kesehatan fisik. Kemudian suara bariton
dengan logat Jawa yang kental melolong-lolong lewat speaker memberi pengumuman yang cukup membuat emosi jiwa membuncah.
Diumumkan bahwa kami—yang antre untuk tes kesehatan—harus lebih sabar menunggu
karena dokter kampus belum jua hadir lantaran sibuk mengurusi ribuan orang di
tempat lain. O, how!
Beruntung, seseorang
menghampiri saya dan mengajak berbincang, tak lama, datang lagi seorang ikut
mengobrol. Yang kemudian saya ketahui bahwa mereka berada di satu fakultas yang
sama bahkan satu prodi. How lucky.
30 menit sebelum
waktu makan siang datang, dokter itu pun tiba dan lantas melayani beberapa dari
kami yang menunggu. Dari sunrise
hingga sunset¸ begitu ujar kenalan
saya. Benar memang, kami menunggu hingga hampir waktunya BAAK tutup. Untungnya,
nama saya dipanggil ketika jarum jam masih menunjukkan pukul 02.35pm. Tak
banyak cakap, saya lantas melenggang ke dalam klinik demi mendapat giliran tes
kesehatan fisik dan hasil rontgen.
Ada rasa was-was
ketika saya sudah berada di dalam dan menunggu giliran. Bukan, bukan soal takut
akan kesehatan saya, tapi, dokter itu dipersilahkan untuk makan dulu, baru
setelahnya melayani kami. O, my. Saya
capek kalau harus kembali lagi. Dan
jawaban dokter itu ternyata menggembirakan. Beliau menolak dan memilih
menyelesaikan tugasnya dulu. O, betapa bijaknya.
Tak perlu waktu lama
untuk menyelesaikan semua urusan di klinik kampus. Setelahnya, saya melaju ke
BAAK untuk menyerahkan seluruh persyaratan. Pukul 02.50pm semuanya selesai.
Saya dan Papa pulang
dengan membawa kepuasan dan rasa lega. O, dari BAAK turun ke hati. ;)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar